GemilangNews,MAGELANG – Di tengah riuh ramai pengunjung Pameran Arsitektur Vernakular nampak perempuan paruh baya yang menjaga stan potensi Desa Borobudur 2024 dari Desa Majaksingi di Situs Brongsongan. Sembari menata produk Batik Alami dan souvenir khas Majaksingi, Cicil bercerita mengenai sejarah Batik Alami di Majaksingi.
Di Lereng Menoreh, Desa Majaksingi, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Cicil bersama 8 rekan seperjuangan membentuk kelompok Batik Giri Jati. Nama yang diambil dari keberadaan pohon jati di kaki bukit tempat mereka bermukim ini, kini menjadi identitas karya batik ramah lingkungan yang mereka hasilkan.
“Awalnya kami belajar dari nol di tahun 2017. Taman Wisata Candi menghadirkan Pak Win dari Batik Lumbini dan Pak Sugeng dari Batik Gemilang sebagai pelatih,” kenangnya tentang awal perjalanan kelompok ini saat ditemui, Selasa 19/11/2024
Pelatihan yang diikuti warga dari tiga dusun, yaitu Butuh, Kerug Batur, dan Kerug Desa itu menjadi titik balik kehidupan mereka. Semula pelatihan tersebut diikuti oleh 20 orang, 19 perempuan dan 1 laki-laki. Namun, kini yang tersisa dan bertahan hanya 9 orang perempuan.
Pandemi Covid-19 sempat menghentikan aktivitas mereka, hal itu tidak menghentikan semangat untuk bangkit kembali, sehingga pada tahun 2022 saat Enam Langit by Plataran, sebuah resort di kawasan tersebut, mengajak mereka berkarya, dengan optimis mereka menyambut tawaran tersebut. Setiap Sabtu, Batik Alami Giri Jati hadir di Enam Langit untuk mempertunjukan langsung proses pembatikan pada sapu tangan, kegiatan yang masih berlangsung hingga kini.
“Lihat motif ini,” Cicil menunjukkan selembar kain dengan motif cengkeh dan kopi.
“Ini cerita tentang kehidupan kami. Hampir semua warga di sini adalah petani kopi dan cengkeh,” terangnya kembali. Selain itu, Relief Borobudur dan Gajah Mungkur juga menjadi motif khas yang menandakan kedekatan mereka dengan warisan budaya setempat.
Sedikit sambil menghela nafas, ia menceritakan proses pembuatan satu lembar kain batik berukuran dua meter memakan waktu hingga dua minggu. Mulai dari penggambaran motif, pencantingan, pewarnaan, hingga fiksasi, semuanya dikerjakan dengan teliti.
“Kami tidak bisa terburu-buru. Setiap tahap harus sempurna,” jelasnya.
Batik Alami Giri Jati Majaksingi menjadi istimewa karena menggunakan pewarna alami. Daun jambu, kulit mahoni, daun suji, daun ketepeng, bahkan kulit rambutan dan petai, semuanya diolah menjadi pewarna yang ramah lingkungan.
“Kalau pewarna kimia kan susah membuangnya, bisa mencemari tanah. Kalau ini, dibuang di mana saja aman,” tambahnya.
Kini, outer dan vest Batik Giri Jati mulai diminati pembeli dari berbagai daerah. Galeri Batik Lumbini dan resort Enam Langit menjadi wadah utama karya mereka. Dengan bangga Cicil menyebutkan hasil karya Batik Giri Jati diminati pembeli dari luar Jawa.
Warna-warni alam terpatri indah pada kain, menciptakan harmoni antara seni dan kelestarian lingkungan. Di tangan Cicil dan rekan-rekannya, Batik Giri Jati bukan sekadar kain bermotif, tapi juga penjaga tradisi dan alam yang berkelanjutan. Dirinya berharap warisan nenek moyang ini dapat diteruskan generasi muda.
Meski telah mendapat pengakuan, Cicil mengaku kelompoknya masih butuh dukungan, terutama dalam hal peralatan. Karya seni yang juga termasuk tradisi ini masih dijalankan secara mandiri, sehingga dalam pelaksanaan pembuatan batik kekurangan peralatan untuk memenuhi kebutuhan permintaan pembuatan batik.(Giandika)