GemilangNews,MAGELANG – Musim kali ini sepertinya berpihak pada petani kopi di lereng Gunung Merapi. Pasalnya panen raya kopi kali ini mereka mendapatkan hasil yang melimpah. Selain faktor musim yang mendukung, terpantau sejumlah petani juga mulai menambah tanaman kopinya.
Ketua Kelompok Tani Tumpang Sari Dusun Babadan II Poni mengatakan tahun lalu, petani hanya bisa memanen sekitar 5 hingga 6 ton kopi basah (ceri). Sementara tahun ini, mereka semringah karena hasil panennya mencapai 8 ton kopi basah.
” Penanamannya kita lakukan dengan sistem tumpang sari di area pematang sawah dengan luas total 20-30 hektare. Sebab sejak dulu, mayoritas petani disini lebih memilih untuk menanam sayur-mayur,” katanya, Kamis 25/07/2024 sore.
Poni menilai, kenaikan hasil panen ini dipengaruhi oleh faktor musim yang mendukung. Banyak bunga yang tidak gugur. Selain itu, saban tahun, sejumlah petani juga menambah area tanam kopi. Sehingga hasil panennya akan semakin melimpah. Dari 8 ton kopi basah, kata dia, bisa menghasilkan 200 kilogram (kg) green bean.
Menurutnya, masing-masing green bean memiliki harga yang beragam. Untuk anaerob natural Rp 185 ribu per kg, full wash classic Rp 160 ribu per kg, dan honey anaerob Rp 170 ribu per kg. Adapun peminat kopi arabika Dusun Babadan II ini berasal dari seluruh Indonesia. Dari Jogja, Jakarta, dan hampir seluruh daerah di Indonesia sudah pernah dikirim dan terdapat konsumen tetap dari beberapa kafe.
” Saya belum mengetahui persis keunggulan dari kopi arabika Babadan II. Menurut saya, cara menilai kopi bukan hanya dilihat dari kualitas semata. Melainkan dari sugesti masing-masing penikmatnya. Penilaiannya beda-beda. Ada yang bilang asam manis. Mungkin (khasnya) karena tanah, ketinggian, dan porsesnya dimaksimalkan,” imbuh dia.
Dia menceritakan, produksi kopi arabika di dusunnya bermula saat Dinas Pertanian dan Pangan (Distanpangan) Kabupaten Magelang meminta sejumlah petani untuk menanam kopi pada 2012. Mengingat potensi lahan pertanian yang terdampak abu vulkanik Merapi, cukup subur. Hal itu praktis dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
“2014 panen raya. Tapi, saat itu tidak bisa dijual. Sehingga banyak petani yang menebang tanamannya. Saya sendiri belum bisa cari pasar,” lontarnya.
Saat itu, dia hanya berpikir supaya petani tetap senang menanam kopi. Meski dia masih kebingungan untuk memproses kopi tersebut dan menjualnya kepada siapa. Namun, berkat kegigihan Poni, penjualan kopi arabika Babadan II mulai berjalan perlahan. Hingga tahun ini dia bisa memetik hasilnya.